Kamis, 27 Desember 2007

Ansur Arsyad


KONSEP PERBUDAKAN DALAM KACAMATA ISLAM


KONSEP PERBUDAKAN DALAM KACAMATA ISLAM

Disusun oleh :

ANSUR / 04.1101.0012

Tarbiyah / PAI

A. LATAR BELAKANG

Ketika Islam datang, perbudakan telah menjadi suatu sistem yang diakui diseluruh dunia bahkan ia merupakan bagian dari kegiatan ekonomi dan sosial yang sedang berkembang dan diterima oleh semua orang, dan tak seorangpun berfikir dan berusaha untuk merombaknya. Sebelum Islam datang sumber-sumber perbudakan di dunia beraneka ragam bentuknya sesuai dengan tabiat dan sistem sosial kemasyarakatan pada masa itu. Diantara penyebab perbudakan pada masa lalu ialah nafsu memperbudak (instink manusia itu sendiri) ketika kelompok atau golongannya menang perang terhadap bangsa lain, kemiskinan atau tidak adanya kesetiaan terhadap agama, hukuman bagi tindakan kriminal pada masa itu, seperti pencurian dan pembunuhan, karena penyanderaan dan penculikan, karena tradisi para Raja yaitu orang-orang ningrat para kaisar dan sejenisnnya serta sumber-sumber yang bisa menjadi alasan untuk memperbudak.

Sejak kapan mulai adanya budak dan sistem perbudakan, tidak ada satu keterangan pun yang dapat memastikannya. Yang jelas usia perbudakan mungkin sudah se-tua umur peradaban manusia itu sendiri. Bahkan di masa Nabi Yusuf a.s hukum yang diberlakukan bagi pencuri ialah dengan jalan memperbudaknya.[1]

Makna budak secara bahasa menunjukkan seseorang yang menjadi abdi, hamba, atau orang yang dibeli untuk dijadikan budak. Sedangkan perbudakan mengacu pada sistem sosial di suatu masa dimana segolongan manusia merampas kepentingan golongan manusia lain.

Namun setelah Islam membawur dengan masyarakat pada saat itu, maka lambat laun perbudakan juga di geser keposisi yang sangat menguntungkan bagi para-budak-budak, mereka di beri kebebesan yang sama seperti orang yang merdeka, memeliki hak-kak seperti tuannya.

Dengan syariatnya yang mulia, Islam hadir untuk melepaskan budak dan sistem perbudakan. Syariat Islam datang dengan misi membebaskan para budak dan memperlakukannya secara terhormat dan manusiawi.

Memang benar bahwa tidak ada sistem diantara sistem-sistem sosial didunia yang memperlakukan budak secara manusiawi dan terhormat sebagaimana Islam telah melakukannya.

B. PERMASALAHAN

Dari uraian diatas tersebut, maka muncul pertanyaan yang sangat mendasar telah hapuskan perbudakan di muka bumi ini ? Sebagian kita mungkin akan menjawabnya sudah. Bukankah sudah ada revolusi perancis yang telah menghapuskan perbudakan di Eropa, ada Abraham. Lincoln yang menghapuskan perbudakan di Amerika, dan dengan adanya Declaration of Human Right ( HAM). Atau jangan-jangan perbudakan tetap ada namun dalam betuk yang lain atau mengalami metamorfosis (perubahan bentuk).

Maka dalam tulisan inilah akan di coba dipaparkan dan diperkenalkan tentang persolanan ini, meskipun mungkin tidak secara fasifik akan tetapi sedikit banyaknya akan membuka pemahaman kita semua.

C. ANALISA

1. Kosep budak dalam Islam

Islam datang dengan memebawa misi yang sangat komplit, yang tiada tandingannya bahkan mengalahkan risalah yang sebelumnya, diantara risalah yang yang terkandung dalam ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammd SAW salah satunya adalah Risalah atau ajaran pembebeasan, persamaan derajat, dan kemulaian.

Dalam kaiannya dengan hal ini budak sebagai orang tertindas dan di tindas akhirnya berhasil di bebeaskan dari belenggu-belenggu kehidupan masyarakat arab, menyelamatkan para budak yang di tindas dan mempersamakan hak-hak mereka dengan tuan-tuanmeka yang merdeka.

Islam membela hal ini karena menggap bahwa budak sebagai wujud manusia yang memiliki hak kehormatan dan kehidupan juga. Karena secara umuum Islam sesungguhnya datang untuk mengembalikan hakekat manusia, tanpa membedakan warna kulit, jenis dan tingkatannya. Islam datang untuk menyatakan bahwa manusia sama yang menjadi perbedaan hanyalah tingkat ketaqwaanya pada sang pencipta yaitu Allah SWT. Sebagaimana yang di sinyalir dalam Al-Qur'an Surah ayat 13 dalam suarah Al-Hujurat.

Artinya :

Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.(Q.S. Al-Hujura (49) :13)

Dengan kata laian bahwa Islam datang untuk menjelaskan, melalui lisan Muhammad saw, bahwa tidak ada kelebihan bagi seorang tuan atas budaknya, tidak ada kelebihan bagi orang kulit putih atas orang berkulit hitam tidak ada kelebihan orang Arab dengan bukan orang Arab kecuali dengan Taqwanya

Sesuai dengan prinsip persamaan ini maka Islam menetapkan pula prinsip persamaan dalam sanksi dan hudud (hukum).

Rasulullah saw bersabda :

Barangsiapa membunuh budaknya maka kami akan membalas membunuhnya, barangsiapa memotong salah satu anggota badan budaknya maka kami akan memotong salah satu anggota badannya, dan barang siapa mengebiri budaknya maka kami akan membalas mengebirinya”. (HR Bukhari, Muslim dan Abu Dawud).

Budak dan tuannya adalah saudara yang saling mencintai dan menolong. Rasulullah saw bersabda:

Mereka adalah saudara kamu yang telah menjadi milik kamu karena Allah telah menjadikannya sebagai milikmu; karena itu barangsiapa yang saudaranya tersebut berada dibawah tangannya maka hendaklah ia memberi makan kepadanya dari apa yang ia makan, memberi pakian dari pakian yang ia pakai, dan hendaknya jangan membebani mereka dengan pekerjaan-pekerjaan yang tidak mereka sanggupi; jika kamu membebani tugas kepada mereka hendaklah kamu menolongnya”. (HR Bukhari).

Sebenarnya anjuran berbuat baik kepada budak sangat banyak sekali termaktub dalam hadis maupun dalam Al-Qur'an, salah satu perintah berbuat baik pada budak itu telah terekam dalam kitab suci Al Qur'an sebagai berikut:

Artinya:

Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri”. (Q.S.An-Nisa (4) :36)

2. Upaya penghapusan perbudakan dalam Islam

Islam mengupayakan pembebaasn yang sebenarnya bagi para budak, dari dalam dan dari luar. Dari dalam dengan jalan menyadarkan para budak, dari kedalaman sanubarinya, melalui keyakinannya bahwa ni'mat kebebasan itu sangatlah tinggi dan menggalakkan mereka agar mendapatkan kemerdekaan, sekalipun dengan pengorbanan yang berat dan mahal. Dari luar syariat Islam mengupayakan berbagai jalan untuk membebaskan budak, seperti yang tercermin dalam beberapa sarana berikut :

1. Memerdekakan budak karena mengharap Ridho Allah SWT

Cara ini adalah pembebasan budak dari pihak tuannya atau pemilik budak yang mengharapkan pahala dan ganjaran di sisi Allah SWT dan terbebas dari api neraka. Dalam hal ini Islam sangat menggalakkan dan mendorong para tuan agar memerdekakan budaknya. Sebagaimana firman-Nya :

Artinya:

” Tetapi dia tiada menempuh jalan yang mendaki lagi sukar. Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu ? ( yaitu ) melepaskan budak dari perbudakan”. ( QS.Al Balad : 11-13 )

Di dalam nash-nash hadist Nabawi banyak kita dapati hadist yang menjelaskan keutamaan memerdekakan budak dan menggalakkan pembebasannya, diantaranya :

”Dari Amer bin 'Anbasah ia berkata : Aku pernah mendengar Rosulullah SAW bersabda : Siapa saja memerdekakan seorang budak muslim maka Allah menjanjikan akan membebaskan dengan setiap anggota tubuh budak itu , setiap anggota tubuhnya dari api neraka". ( HR Abu Dawud dan Nasa'i )

Juga sabda Rasul ini :

“ Dari al-Barra bin Azib, ia berkata : Ada seseorang Arab Badui datang kepada Rosulullah SAW seraya berkata : Wahai Rosulullah, ajarilah aku suatu amalan yang dapat memasukkan aku ke dalam sorga ! Lalu Rosulullah SAW bersabda : ” Merdekakanlah hamba sahaya dan lepaskanlah budak dari perbudakan". Orang Arab Badui itu bertanya : “ Wahai Rosulullah tidakkah keduanya sama? “ Rosulullah SAW menjawab : “ Tidak, yang pertama berarti kamu sendiri yang memerdekakannya, sedangkan yang kedua berarti kamu membantu dalam memerdekakannya”.( HR Imam Ahmad )

Hasil seruan syariat ini berdampak bagi kaum muslimin pada masa Rasul, Para sahabat bergegas memerdekakan para budak dengan ikhlas mengharap ridlo dari Allah SWT. Rasulullah SAW sendiri memberikan teladan dengan memerdekakan beberapa budak yang berada di tangannya, kemudia teladan ini diikuti oleh para Sahabat.

Dalam sejaran Islam bahwa Abu Bakar r.a telah menginfaqkan sejumlah hartanya untuk memerdekakan para budak dari tangan bangsawan Quraisy di Mekkah. Dan banyak sahabat lainnya yang berbuat serupa. Belum pernah ada dalam sejarah bangsa-bangsa terdahulu, terjadinya pembebasan budak secara besar-besaran, seperti di masa Islam.

2. Memerdekakan budak dengan kafarat

Kafarat merupakan sarana yang paling penting dalam memerdekakan budak. Al-Qur'an di dalam berbagai kesempatan menetapkan bahwa ” memerdekakan budak ” sebagai kafarat ( penghapus) bagi beberapa pelangggaran syari'at dan dosa-dosa eksidental yang dilakukan oleh seorang muslim.

Padahal pelanggaran dan dosa yang dilakukan oleh kaum muslimin dalam realitas kehidupannya sehari-hari sudah barang tentu tidak sedikit. Ini berarti Islam bersungguh-sungguh dalam memerdekakan budak sebanyak mungkin di dalam masyarakat Islam. Bandingkan dengan bangsa-bangsa atau umat lain (Romawi, misalnya) yang malah melestarikan perbudakan demi pemuas nafsunya.

Diantara sarana pembebasan dengan kafarat sebagaimana disebutkan Al-Qur'an :

a. Orang yang membunuh karena keliru ( tidak sengaja ) maka kafartnya adalah memerdekakan seorang budak dan membayar diyat kepada keluarganya. (Q.S An-Nisaa : 92)

b. Orang yang membunuh seorang dari kaum kafir yang sedang dalam perjanjian damai antara mereka dan kaum muslimin. Kafaratnya adalah memerdekakan budak. (QS An-Nisaa : 92 )

c. Orang yang melanggar sumpah, maka kafaratnya adalah diantaranya memerdekakan budak. (QS Al Maidah : 89 )

d. Orang yang men-zhihar istrinya kemudian bertaubat maka kafaratnya adalah memerdekakan budak. QS Al Mujadillah : 3 )

e. Orang yang membatalkan puasa di bulan Ramadhan dengan sengaja ( tampa udzur syar'i) maka kafaratnya memerdekakan seorang budak; sebagaimana disebutkan oleh hadist Rosul ini :

" Dari Abu Hurairoh berkata : Datang seorang laki-laki kepada Nabi SAW dan berkata : " Wah...Celaka aku ya Rosulullah. Lalu Nabi menanyakan : " Apa yang membuatmu celaka ?Laki-laki itu menjawab : " Aku telah 'mengumpuli' istriku di bulan Ramadlan." Lalu Rosulullah SAW bersabda :" Apakah ada padamu budak yang bisa engkau merdekakan." Dia menjawab : Tidak ada ya Rosul. Rosul bertanya lagi : " Apakah kamu mampu berpuasa dua bulan penuh secara simultan ?" Dia pun menjawab : " Aku tidak mampu ya Rosul :. Lalu Rosul pun bertanya : " Apakah kamu mampu memberi makan fakir miskin sebanyak 60 orang ? " Lagi-lagi lelaki itu menjawab tidak mampu. Akhirnya Rosul mengambil beberapa buah kurma dan menyuruh lelaki itu untuk menyedekahkannya kepada fakir miskin. lelaki itu kemudian berkata : " Adakah keluarga yang lebih fakir dariku di wilayah sini ? ". Maka Rosulullah SAW pun tertawa hingga tampak gerahamnya, lalu kemudian berkata pada lelaki itu : " Pergilah engkau dan berikanlah kurma itu pada keluargamu ."

3. Memerdekakan budak dengan Mukatabah

Mukatabah ialah memberikan kemerdekaan bagi budak bila ia menuntutnya sendiri dengan imbalan sejumlah uang yang telah disepakati oleh kedua pihak ( tuan dan budak nya ) dan akan di tunaikan oleh pihak budak secara berangsur, bila ia telah menunaikannya maka merdekalah sang budak tersebut.

Syariat Islam menjamin pelaksanaan mukatabah ini dengan firman-Nya :

Artinya:

Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. dan budak-budak yang kamu miliki yang memginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu. dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini kesucian, Karena kamu hendak mencari keuntungan duniawi. dan barangsiapa yang memaksa mereka, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah mereka dipaksa itu. ( QS An Nur : 33 )

Al-Qurtubhi meriwayatkan bahwa ayat ini diturunkan pada seorang budak yang dimiliki oleh Huwaithib bernama Shabih. Ia meminta kepada tuanya agar membuat perjanjian ( mukatabah ) dengannya -tetapi permintaannya ditolak oleh Huwaithib, maka turunlah ayat ini. Kemudian Huwaithib bersedia membuat perjanjian dengannya dengan pembayaran 100 dinar ( sekitar 3 juta rupiah ) dipotong 20 dinar sebagai pemberian dari Huwaithib dan selebihnya dilunasi oleh Shabih yang akhirnya menjadi merdeka.

3. Praktek Perbudakan dengan Wajah Baru

Penguasaan terhadap manusia atau perbudakan memang sudah dihapuskan oleh Islam, tetapi kita juga melihat fakta bahwa perbudakan hanya mengalami, perubahan bentuk, karena sebanarnya mental-mental perbudakan masih tinggal dalam diri seseorang, bangsa dan negara. Banyaknya terjadi penindasan, pelanggaram HAM, dan sebagainya bukankan itu perbudakan, yang berubah-ubah hanyalah cara yang ditempuh dan sarananya saja. Hakikatnya tetaplah sama penjajahan, mengekspoitir manusia atas manusia lain, negara atas negara lain. Artinya nafsu menjajah dan memperbudak belumlah hilang dari muka bumi ini.

Bentuk-bentuk perbudakan dengan format baru dalam hal ini bisa kita lihat bagaimana para buruh-buruh yang dipekerjakan tanpa di beri imbalan yang sesuai dengan kerjanya, belum lagi nasib-nasib tenaga kerja yang bertebaran di seluruh penjuru dunia ini yang tidak di perlakukan secara manusiawi.

Masalah para buruh, bukankan hal ini sama dengan sistem perbudakan pada masa Arab dahulu, bagaimana manusia di pekerjakan tampa di beri imbalan, kalau sekarang di upah tapi tidak sebanding dengan volume kerja mereka, hal ini berarti hak-hak manusia atau penguasan manusia atas manusia lain tetap ada, bukankah Islam sangat menghargai para-buruh-buruh, bahkan banyak sekali hadis Nabi yang menyinggung akan persoalan ini, misalnya hadist nabi yang mengatakan bahwa bayarlah para pekerja itu sebelum keringatnya kering, ini membuktikan bahwa Islam memang sangat menghargai yang namanya para pekerja, maka dengan demikian tidak benarlah apa yang telah dilakukan oleh sebagai manusia di muka bumi ini yang mempekerjakan sesamanya tanpa memberi upah yang maksimal.

Selain dari pada perbudakan dengan lebel buruh tersebut, yang sangat fatal lagi bagaimana nasib-tenaga-tenaga kerja khususnya tenaga kerja wanita yang bertebaran di berbagai wilayah, mereka tidak mendapatkan haknya sebagai manusia yang memiliki hak asasi manusia (HAM). Dalam kaitannya dalam hal ini bagiamana TKW Iondonesia misalnya yang berkerja di Malaysia, Arab saudi dan sebagainya diperlakukan tidak manusiawi, hak-haknya sebagi perumpuan bahkan di tidak dihiraukan, kasusu-kasus yang terjadi pada TKW tersebut cukuplah menjadi bukti bahwa penguasaan atas manusia terus ada dan mungkin tidak akan pernah lenyap.

Dalam tinjauan Islam sebenarnya TKW tersebut sama dengan manusia yang lainnya memiliki hak-hak asasi yang harus dijaga, tapi kenapa pelanggaran itu justru terjadi di negara yang berlebel Islam. Inilah yang sangat ironis sekali, atau jangan-jangan TKW itu memang dianggap budak oleh orang-orang disana, atau ada faktor lain. Inilah yang salah satu tugas kita semua untuk meresponnya, perbuatan tersebut sampai kapan dan di manapun dalam Islam tidak akan pernah dilegalkan dan diperbolehkan. Karena pada dasarnya manusia sama di depan sangan pencipta, memiliki hak hidup, hak kebebasan, hak hidup, hak berekspresi dan sebagainya.

Dalam hal ini terdapat hadis Nabi yang sangat dalam sekali yang patut kita renungkan bersama, yaitu. ”Ada tiga kategori manusia yang aku sendiri akan menggugatnya pada hari kamat, dari ketiganya ini salah satunya adalah mereka yang menyebabkan seseorang yang merdeka mejadi hamba sahaya, lalu menjualnya dan memakan hasil penjualannya”. (H.R. Bukhori dari Ibnu Majah).

D. KESIMPULAN

Maka sangat jelslah bahwa Islam agama yang sangat anti dan paling keras menolak yang namanya perbudakan, tidak ada penguasaan manusia atas manusia. Manusia memiliki hak-hak kebebasan yang tidak boleh di rampas oleh manusia lainnya, ringkasnya bahwa Islam memandang tidak ada perbedaan antara manusia, tidak dengan warna kulit, tida dengan agama dan tidak dengan etnisnya, semuanya itu sama di hadapan sang pencipta. Karena yang dipandang olehnya hanyalah siapa yang paling bertaqwa dan banyak berbuat amal sholeh.

Secara garis besar bahwa perbudakan dalam kacamata Islam telah dihapuskan dan di haramkan oleh agama, namun kini fakta yang berbicara lain, bermunculanlah sistem-sistem perbudakan dengan formulasi baru yang tentanya juga sangat dikutuk oleh ajaran Islam. Islam adalah agama kebebasa, Islam adalah agama yang menghargai persamaan, Islam adalah agama keselamatan dan Islam adalah agama kesejahteraan. Apabilah di antara hal tersebut tidak berjalan, berarti telah menyalahi aturan agama itu sendiri, dan hal itulah tanggung jawab kita semua, yang harus kita benahi bersama, dan menjadi ladang untuk beramar ma’ruf nahi mungkar.

E. REFERENSI

Abdullah Nasih Ulwan, Jawaban Tuntas Masalah Perbudakan, Al-Islahy Press, Jakarta, 1988

Edward W Said, Kebudayaan dan Kekuasaan, Membongkar Hegemoni Barat, Mizan , Bandung, 1995

Khalid Muhammad Khalid, Kebebasan dan Perdamaian dalam Islam, Pustaka Anda, Kota Sala, 1986

Maulana Abul A’la Maududi, Hak-hak Asasi Manusia, Bumi Aksara, Jakarta: 1995

 
 
 
 
 
 
 
 
 


[1] Perbudakan itu juga sudah ada pada masa Nabi Ya’qub a.s bahkan dalam syariat Nabi Ya,qub as, barang siapa mencuri maka hukumannya adalah si pencuri dijadikan budak selama satu tahun.

JIHAD MELAWAN KANIBALISME BERAGAMA

JIHAD MELAWAN KANIBALISME BERAGAMA [1]

(Tepis Tuntas Kekerasan Berjubah Islam)

ANSUR ARSYAD [2]

Abstrak

Kekerasan atas nama agama menjadi fenomena yang tak kunjung usai, dengan dalih perang suci menghalalkan berbagai cara, membunuh dan mengintimidasi sesama seakan menjadi tujuan dari pada perang suci tersebut. Jihad sebuah bentuk perlawanan yang di syariatkan agama (Islam) sering kali di tafsirkan menurut pemahaman sepihak, inilah yang acap kali menimbulkan kegelisahan dan keresahan serta teror di dalam masyarakat, jihad perlu di tafsirkan ulang sehingga maknanya tidak lagi hanya terfokus pada pengangkatan senjata dalam memperjuangkan agama, Islam sebagai agama yang membawa misi keselamatan tidak membenarkan dan sangat menentang berbagai tindak kekerasan walau atas nama apapun.

Kata Kunci : Jihad, Agama, Kekerasan, Islam

A. Pendahuluan

Ada apa dengan agama ? itulah pertanyaan yang muncul ketika menyaksikan begitu banyak rentetan tindak kekerasan yang buntut-buntutnya para pelaku selalu mengatasnamakan agama, ini semua seakan mengisyaratkan bahwa agama lahir untuk sebuah konflik bukan untuk sebuah perdamaian, agama pada saat ini tampaknya beralih fungsi menjadi sebuah doktrin bahkan candu yang sangat mengerikan, dimana agama menjadi dalih kekerasan, karena watak agama telah dikendalikan dan dikerdilkan menjadi identitas bukan perilaku substil yang agung dan pemahaman telah berubah menjadi anarkis. Kekerasan dianggapnya sebagai perang suci, membunuh difahami sebagai melawan kejahatan dan kesholehan di ukur dengan simbol-simbol teks suci. Membunuh dan melakukan kekerasan bukan lagi atas nama Negara tapi atas nama surga dan Tuhan, Tuhan dan agama telah di bawa untuk melakukan kekerasan dan bahkan mengatas namakan pahala, inilah fenomena “kanibalisme beragama” sebagaian umat. Kini seakan tidak berguna lagi mempercayai Tuhan, memercayai kitab-kitab suci dan tidak mempercayai Nabi serta sederet dalil agung kalau agama secara praksis kenyataanya diartikan demikian.

Akhlak agama melarang setiap bentuk kekerasan atau bahasa sederhananya “terorisme”, namun demikian, beberapa kelompok pelaku mesih saja menyatakan mereka bertindak atas agama. Kalau mengkaji lebih jauh maka sebenarnya kita akan menemukan ketidak singkronan antara agama dengan tindakan mereka. Apabila Setiap orang yang benar-benar percaya pada keberadaan Allah, yang sungguh-sungguh takut kepada-Nya, dan bersandar pada kitab yang telah diturunkan-Nya, tidak akan pernah sanggup mengambil segala bentuk tindakan yang bisa menyakiti orang-orang yang tak bersalah. Karena itulah, orang yang berbuat tindak terorisme dan kekerasan atas nama Islam, tidak bisa dikatakan sebagai pengikut agama yang sejati.

Pesan sesungguhnya dari sebuah agama atau sistem pemikiran lainnya acapkali diselewengkan oleh mereka yang menamakan diri sebagai pengikutnya, atau ditafsirkan secara keliru. Kebiadaban mereka, yang salah menafsirkan agama yang damai dan tentunya tidak memberikan ruang untuk tindakan kekerasan. Tidak dapat di sangkal bahwa dalam ajaran Islam ada konsep jihad, namun jihad sepeti apakah yang diinginkan dalam Islam tersebut?, sehingga tidak muncul kanibalisme beragama dan benarkah Islam sebagai jalan kedamaian ?, ulasan berikut ini sebagai jawabannya.

B. Pembahasan

1. Dekonstruksi jihad, dari teologi kekerasan menuju teologi pembebasan

Salah satu fundamen ajaran pokok Islam dalam dekade belakangan menjadi istilah popular adalah “Jihad”, yang selama ini mengalami pergeseran pemaknaan yang menyebabkan doktrin hanya menjadi “monumen-monumen batu” tanpa memberikan kontribusi pada realitas. Tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat-ayat-ayat ambigu di dalam Al-Qur’an yang seakan bertentangan dengan perinsip-perinsip ajaran Islam yang yang mendukung kedamaian dan pluralisme. Konsep jihad inilah yang menjadi dasar oleh sebagian umat Islam untuk memerangi orang-orang yang dianggapnya kafir dan menyimpang dari agama itu, bahkan menghilangkan nyawa seseorang, yang tidak berdosapun ikut jadi korban sebagai bukti keganasan konsep jihad yang di fahami secara farsial ini. Inilah yang di maksud penulis sebagai “kanibalisme beragama”. Kanibalisme beragama ini memang perlu diwaspadai karena bukan saja akan merusakan tatanan kehidupan sosial masyarakat tetapi juga akan merusak tatanan kehidupan beragama.

Tidak ada ajaran agama pun di dunia ini yang membolehkan menindas dan membunuh orang lain, walaupun agama yang selain dari pada agama samawi (agama langit) semuanya selalu mengajarkan ajaran yang cintai damai, hidup berdampingan, dan toleran. Islam sebagai agama yang sempurna bagi penganutnya sangat meyakini hal tersebut, Islam sangat mengharagai yang namanya perdamaian, sekalipun dengan orang-orang yang berlaianan keyakinan.

Dengan demikian konsep jihad yang difahami selama ini perlu di lakukan dekonstruksi, sehigga tidak lagi terjadi tindakan kanibalisme beragama. Jihad sebanarnya tidak lagi perlu difahami sebagai tindakan mengangkat senjata untuk memebela ajaran agama, karena agama tidak perlu di bela tetapi dijalankan secara sempurna. Pemahaman jihad sebagai konsep mengangkat senjata tentu sangat sempit cakupannya, dan endingnya akan menimbulkan tindakan kekerasan. Jihad yang diperintahkan Islam itu memiliki makna damai. Yakni, memperjuangkan kebenaran dan bukan menghancurkan yang lain. Memperjuangkan ideologi emansipatoris (amar ma’ruf) dan menghadang dehumanisasi (nahyi anil mungkar) tidaklah dengan kekerasan.[3]

Jihad tidak boleh di samakan dengan qital (berperang dengan saling membunuh). Jihad memiliki makna dan nuansa multidimensi. Lebih dari sekadar perang fisik. Dengan demikian, hal yang penting untuk dilakukan adalah memikirkan bagaimana cara terbaik dalam menaklukkan hati nurani untuk “terenggut” ke dalam pangkuan Islam. Semangat non-kanibalisme ini akan menghasilkan dampak yang sangat positif terhadap citra Islam. Cara “penaklukan” lewat hati akan lebih mengakar di hati para pemeluk Islam ketimbang dengan cara kekuatan senjata.

Jihad adalah suatu bentuk “teologi pembebasan” jika memang difahami secara utuh, namun sebalknya akan menjadi “teologi kekerasan” jika difahami sebagai sebuah bentuk pegangkatan senjata. Kata jihad sendiri terfokus pada satu kata yakni “Curahan kekuatan”, dalam artian mencurahkan segala kemampuan sekuat tenaga bekerja menegakkan kebenaran dari Allah SWT. dan tidak terlepas pada hal-hal yang religius saja, dalam bentuk sosial pun termasuk katagori menegakkan kebenaran. Berpegang pada pemahaman bahwa jihad adalah teologi pembebasan maka harus di percaya bahwa Islam akan sangat berperan dalam dimensi kehidupan manusia, menjadi solusi bukan sebaliknya yaitu beban dan acaman bagi umat manusia di bumi.

Konsep jihad yang cenderung pada perang fisik terjadi ketika orang-orang Islam terpaksa bertempur melawan orang-orang Mekah pada perang Badar. Nabi Muhammad SAW setelah perang Badar beliau bersabda: “Kita pulang dari jihad kecil (perang Badar) menuju jihad akbar”. Dengan kata lain, perang fisik hanyalah jihad kecil, dan yang lebih besar adalah melawan potensi yang menjadikan manusia sebagai penindas atas kelompok-kelompok lemah [4]. Jihad akbar bukanlah kekerasan, tetapi membeningkan jiwa, mengasah otak dan memutihkan kalbu untuk tidak menjadi penindas kaum lemah dan sekaligus membaca realitas ketidak adilan di manapun untuk melawannya dengan cara damai, sasaran jihad yang semacam ini tentu saja untuk membela eseni Islam sebagai agama jalan spiritual.

Dalam Islam sebenarnya lebih di utamakan berjihad dengan harta dan benda. Konsep ini bisa di lihat lebih jauh dalam teks suci Al-Qur’an, ketika mejadi keharusan untuk berjihad dengan harta dan jiwa, maka Al-Qur’an dengan tegas lebih mendahulukan harta dari pada jiwa. Hal tersebut secara dominan dalam teks atau nash-nash al-Qur’an misalnya yang direkam pada Firman Allah surah At-Taubah ayat 20:

tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#rãy_$ydur (#rßyg»y_ur Îû È@Î6y «!$# ôMÏlÎ;ºuqøBr'Î/ öNÍkŦàÿRr&ur ãNsàôãr& ºpy_uyŠ yYÏã «!$# 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ç/èf tbrâͬ!$xÿø9$# ÇËÉÈ

Artinya :

“Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda dan diri mereka, adalah lebih Tinggi derajatnya di sisi Allah dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan.[5]

Dalam ayat yang lain juga di sebutkan yaitu surah Al- Hujurat Ayat 15. dan An-Nisa Ayat : 95

$yJ¯RÎ) šcqãYÏB÷sßJø9$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä «!$$Î/ ¾Ï&Î!qßuur §NèO öNs9 (#qç/$s?ötƒ (#rßyg»y_ur öNÎgÏ9ºuqøBr'Î/ óOÎgÅ¡àÿRr&ur Îû È@Î6y «!$# 4 y7Í´¯»s9'ré& ãNèd šcqè%Ï»¢Á9$# ÇÊÎÈ

Artinya :

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, Kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. mereka Itulah orang-orang yang benar.”[6]

žw ÈqtGó¡o tbrßÏè»s)ø9$# z`ÏB tûüÏZÏB÷sßJø9$# çŽöxî Í<'ré& ÍuŽœØ9$# tbrßÎg»yfçRùQ$#ur Îû È@Î6y «!$# óOÎgÏ9ºuqøBr'Î/ öNÍkŦàÿRr&ur 4 Ÿ@žÒsù ª!$# tûïÏÎg»yfçRùQ$# óOÎgÏ9ºuqøBr'Î/ öNÍkŦàÿRr&ur n?tã tûïÏÏè»s)ø9$# Zpy_uyŠ 4 yxä.ur ytãur ª!$# 4Óo_ó¡çtø:$# 4 Ÿ@žÒsùur ª!$# tûïÏÎg»yfßJø9$# n?tã tûïÏÏè»s)ø9$# #·ô_r& $VJŠÏàtã ÇÒÎÈ

Artinya :

“Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai 'uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar”[7]

Disinilah letak pentingnya berjihad dengan harta benda secara praksis-riil, karena akan bersentuhan langsung dengan bagaimana bergelut secara empirik dalam kehidupan ketimbang berjihad dengan mengorbankan jiwa tetapi tidak memberikan arti empirik dalam menegakkan kebenaran Tuhan di dunia. Jihad masa kini bukanlah bagaimana mati di jalan Allah melainkan bagaimana kita hidup dijalan-NYA. Aksi-aksi seperti berpartisipasi secara sosial lewat sumbangan kepada yayasan-yayasan sosial, melakukan advokasi terhadap kaum tertindas, menyediakan lapangan pekerjaan, meningkatkan taraf kehidupan yang lebih berarti dan membumi, dan lain sebagainya, semua ini adalah model-model jihad sehari-hari yang harusnya dilakukan saat ini. Memberdayakan orang lemah bukan berarti semata-mata melayani manusia semata, akan tetapi sebuah bentuk penghambaan kepada Allah SWT yang sangat tinggi pahalanya di bandingkan dengan jihad mengangkat senjata.[8]

Tidak penting untuk mengetahui dan merelevansikan konsep jihad pada masa Rasulullah SAW, karena kita ini hidup pada kondisi dan situasi seperti ini yang notabenenya tidak sama, jihad dalam membela kaum “mustad’afin” (kaum yang lemah) itulah jihad kita pada masa sekarang ini, dimana harus difahami bahwa jihad sebagai upaya revolusi soasial.

2. Agama Jalan keselamatan, konsepsi tentang Islam anti kekerasan

Segelintir umat Islam , yang karena memilki iman yang tebal di dalam hatinya tetapi kurang dibarengi dengan pemahaman mendalam atas visi Al-Quran seringkali menyimpulkan bahwa, dakwah yang dilakukan bisa dengan jalan kekerasan, dan logikanya diteruskan memerangi orang-orang yang di luar Islam yang menurut mereka adalah kafir, tentu saja pemahaman seperti ini sangat gegabah dan tidak mendasar.

Tanpa terkecuali, bahwa yang namanya agama pasti mengajarkan tentang keselamatan, setiap ajaran agama sangatlah berperikemanusiaan dan sangat menghargai dan menghomati privacy (Hak-kak yang sangat mendasar) setiap orang, tidak ada agama satupun di muka bumi ini yang mengajarkan tentang hal sebaliknya (kekerasan), misalnya membunuh, penyiksaan, menikam, perusakan terhadap lingkungan, yang berbeda hanyalakah dalam pengaplikasian.[9] Keberadaan agama di dunia memeliki peran ganda yaitu untuk individu dan untuk masyarakat, untuk idividu sebagai penyucian jiwa dalam mencapai kesempurnaan hidup sedangkan untuk masyarakat sebagai pencipta sistem tatanan social yang ideal,[10] atau dengan kata lain bahwa agama sebagai penyelamat nurani kemanusiaan yang biadab menuju manusia yang berperadaban mulia. Islam sebagai salah satu agama yang mengajarkan tetang hal itu dan menurut para penganutnya adalah agama yang paling sempurna, namun dari kesempurnaan tersebut seringkali ada yang disalah artikan oleh para penganutnya, ketika penyalagunaan tersebut terjadi maka disitulah pangkal pengintimidasian, yang sebetulnya bukan ajaran Islam, namun di sinyalir ajaran Islam. Penyimpangan tersebut terjadi karena hanya melihat dari luarnya saja, memutlakkan sebuah penafsiran tanpa ada kritik dimensional dan menggap dirinnya telah menjadi muslim sejati padahal baru mengamalkan sebagin kecil saja ajaran Islam dan memahami teks-teks suci secara parsial, serta sangat patuh pada teks-teks formal (Al-Qur’an dan Hadist) tanpa mau berusaha memahami apa yang tersirat dari teks-teks tersebut, [11] padahal kita yakin Islam adalah agama yang secara utuh saling kerkaitan.

Tindakan-tindakan yang mengintimidasi orang lain, bisa saja itu antar umat beragama maupun antar pengikut agama itu sendiri. Ini jelas sekali bahwa ajaran semacam ini tidak ada kaitannya dengan Islam, sudah di sepakati bersama bahwa Islam adalah agama keselamtan (Self Liberation), yang mengayomi dan menghargai hak-hak orang lain walaupun mereka berbeda dalam akidah. Dalam sebuah hadist disebutkan bahwa “Seorang muslim adalah apabila orang lain selamat dari tangannya”. Bahkan Al-Quran secara jelas menentang adanya tindakan kekerasan di muka umum dan merusak fasilitas-fasilitas umum, ayat Al-Quran yang dapat di jadikan acauan, misalnya Firman Allah dalam surah Al- Maidah Ayat 33.

$yJ¯RÎ) (#ätÂty_ tûïÏ%©!$# tbqç/Í$ptä ©!$# ¼ã&s!qßuur tböqyèó¡tƒur Îû ÇÚöF{$# #·Š$|¡sù br& (#þqè=­Gs)ム÷rr& (#þqç6¯=|Áム÷rr& yì©Üs)è? óOÎgƒÏ÷ƒr& Nßgè=ã_ör&ur ô`ÏiB A#»n=Åz ÷rr& (#öqxÿYムšÆÏB ÇÚöF{$# 4 šÏ9ºsŒ óOßgs9 Ó÷Åz Îû $u÷R9$# ( óOßgs9ur Îû ÍotÅzFy$# ë>#xtã íOŠÏàtã ÇÌÌÈ

Artinya :

“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka peroleh siksaan yang besar” [12].

Ini sebuah isyarat bahwa orang yang merusak faslitas umum dan sebagainya sama halnya dengan menentang dan memerangi Allah dan Rasulnnya, jadi Islam sebagai agama dan jalan spiritual sangat menantang dan  tidakan yang demikian itu, kekerasan dan teror itu bukan saja hanya bertentangan dengan Islam, tetapi juga menjadi lawan dari Islam.[13] sehingga orang-orang seperti inilah yang sepatutnya yang harus di perangi (di jihati) karena telah melakukan tindakan kekerasan (kanibalis beragama).
Islam adalah agama yang menawarkan kesejukan dan  anti-kebrutalan serta anti-kekerasan, Islam tidak menghendaki terjadinya kekerasan atas nama apa saja, apalagi atas nama agama. Terjadinya kekerasan, timbul karena adanya kesalahan cara berpikir dan menyikapi semangat Islam. Kita harus yakin bahwa semangat antikekerasan yang ada dalam Islam akan menjadikan agama ini lebih gampang diterima daripada semangat kekerasan yang ditonjolkan. 
Ajaran Islam, merupakan akumulasi aturan Ilahi yang diturunkan untuk menuntun manusia menuju kebahagiaan dan keselamatan hakiki. Islam menilai kekerasan dan pertumpahan darah bertentangan dengan fitrah manusia. Islam juga merupakan agama yang selalu membela kebenaran dan kaum yang tertindas.  Artinya, Islam tidak menghendaki terjadinya penindasan dan kezaliman bahkan mengharapkan kaum muslimin untuk berjuang melawan kezaliman.
Pada hakikatnya, Islam adalah agama yang mengajarkan perdamaian dan kerukunan. Allah SWT mengutus Rasulullah SAW sebagai rahmat bagi alam semesta. Perilaku beliau pun merefleksikan kasih sayang dan kelembutan yang sejati tercermin dalam persitiwa penaklukan kota Mekkah, yang pada saat itu menjadi basis musuh-musuh Islam, Rasulullah tetap memaafkan.[14] Secara normatif  tindakan perilaku “ kanibalisme ” umat beragama bukanlah problem normatif ajaran agama, tapi lebih banyak sebagai problem historis-sosiologis meskipun aspek normatif kadangkala juga turut bergerak mewarnai aksi tersebut. 
Kedamaian (Islam) dan Kekerasan (Kanibalisme) ibarat langit dan bumi yang tidak mungkin ada kertekaitan,  tindakan yang bernuansa teror tidak ada dalam khasanah Islam, teror adalah  teror, teror tidak punya warna kulit, teror tidak punya pegangan, teror tidak punya agama, inilah yang harus ditekankan sekarang, sebagi upaya mengeluarkan Islam dari ketertuduhan.[15] Bukti ketidak terkaitan ajaran  Islam dengan tindakan kanibalisme (kekerasan, teror) salah satunya adalah perinsip Islam yang moderat, agama yang netral dan seimbang, Al- Qur’an menyebutkan dengan lugas di surah  Al-Baqarah ayat 143 “ Dan demikian (pula) kami Telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang moderat dan pilihan". Prinsip al-wasthiyyyah (moderat), at-tawazun (keseimbangan),  dan berkeadilan merupakan formulasi pencarian kompromi,[16]  dengan berpengang pada prinsip ini akan melahirkan sikap keberagamaan yang non-ekstrim atau non-kanibalisme dalam menyikapi berbagai persoalan realitas. 

C. Penutup

Dari uiraian tersebut diatas, maka dapatlah disimpulakan bahwa terjadinya tindakan teror dan kekerasan yang bahkan sampai menghilangkan nyawa seseorang merupakan tindakan yang biadab yang tidak pernah didukung oleh ajaran agama, karena hal itu sangat bertentangan sekali dengan konsep agama itu sendiri sebagai jalan keselamatan, tanpa terkecuali agama manapun, jihad yang selama ini di fahami sebagai bentuk pengangkatan senjata dalam membela agama harus di tafsirkan ulang lagi menjadi sebuah pengorbanan membela kaum mustad’afin, (membela kaum yang lemah, megayomi kaum miskin, anak yatim dan lain-lain), dalam teks-teks suci Al-Qur’an banyak di sebutkan kata jihad namun jihad dengan harta benda lebih di dahulukan di banding jihad dengan jiwa, jihad dengan harta benda lebih mengena dan sangat membantu di masa sekarang, di bandingkan jihad dengan jiwa, jihad dengan mengangkat senjata hanyalah jihad kecil, dan jihad yang besar sebenarnya adalah melawan potensi yang ada dalam diri untuk mengintimidasi orang lain.

D. Daftar Rujukan

Abdurrahman, Moeslim, 2003, Islam Sebagai Keritik Sosial, Jakarta: Erlangga

Bilfaqih, Luqman, 2004, Membuka Tabir Hikmah, Balikpapan: Azzahra Press

Al- Qardhawi, Yusuf, 2001, Karakteristik Islam, Kajian Analitik, Cet. VI, Surabaya: Risalah Gusti

………………………, 2001, Reposisi Islam, Jakarta: Al-Mawardi Prima

Depetemen Agama RI , 2003, Al-Qur’an dan Trejamahnya, Badung: CV, Diponogoro

Rakhmat, Jalaluddin, 2004, Islam Aktual, Cet. XV, Bandung: MIZAN

Ridwan, Nurkhalik, 2003, Detik-detik Pembongkaran Agama, Cet. I, Jogjakarta: CV. Arruzz

Qodir, Zuly, 2001, Agama dalam Bayang-bayang Kekuasaan, Cet. I, Yogyakarta: Interfridei

Majalah Paradigma, Edisi 11/Pebruari 2007

Majalah Arrisalah, Edisi 44/ TH. XVIII/2006

Majalah Arrisalah, Edisi XXXIX/TH.XIV/2002

Majalah Syir’ah, Edisi Maret 2004

http://www.freelists. org 

http://www2.irib.ir



[1] Kanibalisme Beragama, adalah sebuah istilah yang di gunakan penulis dalam membahasakan tindak kekerasan yang mengatas namakan agama.

[2] Mahasiswa STAIN Samarinda Angatan 2004 Jurusan Tarbiyah/ PAI

[3] Lihat, Moeslim Abdurrahman, Islam Sebagai Keritik Sosial, (Jakarta: Erlangga, 2003), h. 68

[4] Lihat, Nur Khalik Ridwan, Detik-detik Pembongkaran Agama, Cet.I, (Jogjakarta: CV. Arruzz, 2003), h. 213

[5] Liahat, Depetemen Agama RI , Al-Qur’an dan Trejamahnya, (Badung: CV, Diponogoro, 2003), h. 151

[6] Depertemen Agama RI, Ibid, h. 413

[7] Depertemen Agama RI, Ibid, h. 74

[8] Lihat, Luqman Bilfaqih, Membuka Tabir Hikmah, (Balikpapan: Azzahra Press, 2004), h. 213

[9] Lihat, Zuly Qodir, Agama dalam Bayang-bayang Kekuasaan, Cet. I, ( Yogyakarta: Interfridei, 2001), h. 102

[10] Lihat, Majalah Paradigma, Oleh Sutomo, Agama dalam Arus post-Moderen, (Edisi 11/Pebruari 2007), h. 38. Lihat juga, Majalah Arrisalah, Oleh Badrus Syamsi, Agama dan Kanibalisme Moral, (Edisi 44/ TH. XVIII/2006), h.16

[11] Lihat, Jalaluddin Rakhmat, Islam Aktual, Cet. XV, (Bandung: MIZAN, 2004), h.. 29. Lihat juga, Yusuf Al- Qardhawi, Reposisi Islam, (Jakarta: Al-Mawardi Prima, 2001), h. 50, dan , Syaeful Hidayat, Majalah Syir’ah, Penjahat Kemanusiaan Itu Bernama Agama, (Edisi Maret 2004), h. 11

[12] Depetemen Agama RI, Op.Cit, h. 90

[13] Lihat, Mohammad Nabil, Agama (Islam) Melawan Kekerasan, http://www. freelists. org/archives/ppi /09-2006/ msg00122. html , di akses tgl  08-12-2007

[14]Lihat, Dunia Islam, Korban Terorisme, http://www2.irib.ir/worldservice/ melayuRADIO/ POLITIK/ 2007/ juni07/ dunia_islam02. htm, di akses tgl 08-12-2007

[15] Lihat, Majalah Arrisalah, Tegang di Bali, Teroris Pun Menari, (Edisi XXXIX/TH.XIV/2002), h. 6

[16] Lihat, Yusuf Al- Qardhawi, Karakteristik Islam, Kajian Analitik, Cet. VI, (Surabaya: Risalah Gusti, 2001), h. 141

ANSUR ARSYAD

ANSUR ARSYAD
KKL

ANSUR

ANSUR
TAMU

ANSUR ARSYAD

ANSUR ARSYAD
bersama mahasiswa STAIN Kudus

Ansur

Ansur
Keribo

Ansur Arsyad

Ansur Arsyad
apa ya? ??

ANSUR ARSYAD

ANSUR ARSYAD
gak tau ah..

ANSUR ARSYAD

ANSUR ARSYAD
Diam aja

ANSUR ARSYAD

ANSUR ARSYAD
Ehemmm

KKL PPU

KKL PPU
ANSUR

BUKA PUASA BERSAMA

BUKA PUASA BERSAMA
ANSUR

ACARA PB

ACARA PB
ANSUR

SUMA

SUMA
ANSUR

PKL PPU

PKL PPU
ANSUR

TAMU

TAMU

KKL ppu

KKL ppu

buka puasa

buka puasa

sekolah ppu

sekolah ppu

pantai manggar

pantai manggar

sekolah SMP2

sekolah SMP2

moderator

moderator

tamu

tamu

jogia

jogia

pmii

pmii

semrang

semrang